Trip to Ngliman Village

Menjejakkan kaki di alam terbuka nan indah tentu menjadi pengalaman menarik bagi sebagian orang, tak terkecuali saya. Berjelajah di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, membuat saya kembali menemukan potongan mozaik baru dalam perjalanan hidup saya yang belum banyak asam garam.

Hampir dua jam menuju lokasi, mata saya sesekali terpejam, maklum on duty memang memerlukan sedikit cadangan energi 😀 *ngeles. Ditemani jalanan berkelok dan perbukitan yang menghijau, sebentar menghilangkan rasa penat oleh setumpuk tuntutan yang berkeliaran di dalam kepala. Ya… saya pun sampai di Desa Ngliman yang terkenal dengan air terjunnya itu.

 

Yippi… it’s time to get fun 😀 …Ini dia air terjun yang terkenal itu. Air Terjun Sedudo. Berada di 1438 m di atas permukaan laut, air terjun yang tingginya mencapai 105 m ini langsung menyuguhkan kesejukan bagi setiap pengungjung. Air terjun ini rame banget waktu hari libur, karena banyak yang mempercayai bahwa mandi di air terjun ini bisa bikin awet muda 😛 . Selain menikmati indahnya air terjun, anda juga dapat menikmati gurihnya nasi jagung hmmm nyamnyamnyam…. Keren deh buat warga desa ini, tetep melestarikan budaya daerah.

Perjalanan pun berlanjut. Kali ini bukan untuk wisata alam, melainkan sedikit wisata sejarah 😀 . di desa ini ternyata juga terdapat makam yang juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Tak hanya air terjun sedudo saja yang ramai oleh ritual siraman di bulan suro, namun makam Ki Ageng Ngaliman ini juga sering dipadati pengunjung. Menurut, Mbah Ahmad Hasyim, selaku juru kunci makam ini, peziarah pun datang dengan berbagai alasan. Ada yang berdoa untuk diberi kesembuhan, dilancarkan urusannya hingga yang mau menghadapi ujian hehehe. Karena memang makam keramat, suasana sakral mulai terasa saat memasuki gerbang makam. Bahkan konon, tangga menuju makam Mbah Ngliman tak pernah sama bila dihitung. Sebenarnya saya penasaran ingin menghitungnya tapi tak sempat 😛 . Menurut Mbah Ahmad, tangga ini mengingatkan kita bahwa manusia hidup itu selalu berubah-ubah, permasalahan yang dihadapi tidaklah selalu sama. Selain tulisan yang terpampang di pintu makam, beliau juga mengingatkan bahwa sebagai bangsa ketimuran kita harus tetap menjaga tata krama dan tepo seliro.

Selain pohon kamboja yang saya kira berumur ratusan tahun, makampun banyak yang sudah rata dengan tanah. Dan saat pintu makam terbuka, bau harum khas makam langsung menyengat, bahkan hingga saya pulang pun bau nya belum hilang hehe. Tapi karena perempuan dilarang masuk makam, saya hanya bisa ngintip dari luar saja 😛 .

Perjalanan saya belum berakhir, karena saya beserta rombongan juga berkesempatan untuk menilik proses pembuatan minyak nilam yang ada di Desa Ngliman ini. Selain bertani mawar, warga desa ini juga menjadi petani nilam dan cengkeh, jadi daun-daun cengkeh kering dan juga nilam dapat diproses menjadi minyak.

Belum banyak yang tahu kan seperti apa nilam itu?… saya juga belum lihat tumbuhan hidupnya :P. Nilam-nilam yang telah kering akan disuling selama 12 jam, kemudian diambillah minyaknya untuk dijadikan bahan minyak wangi dan farmasi. Nah, kalau daun cengkehnya untuk bahan balsem.

It’s really nice vacation. Mmmm not at all exactly, but yay just try to be fun 😀

See you in the next journey 😉